Kalangan ulama sepakat bahwa ayah lebih berhak memberi nama kepada bayi, dan ibu tidak
boleh merampas hak ini dari ayah. Apabila ada perselisihan antara ayah dan ibu
dalam hal ini, maka ayah lebih diutamakan. Tetapi sebaiknya ada musyawarah
antara kedua orangtua untuk mendapat kesepakatan, guna menjaga keutuhan dan
mempererat ikatan antara suami istri, sehingga dapat melegakan hati kedua belah
pihak.
Pemberian nama kepada anak dengan nama yang baik sangat penting, sehingga kelak anak merasa senang dan tidak merasa malu dengan nama yang disandangnya. Hal ini juga sesuai dengan Firman Allah Q.S. 49:11 sebagai berikut:
وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
... “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim”. (Q.S. 49:11).
Perhatikan juga hadits berikut:
قال النبي صلى الله عليه وسلّم ٳنّ من حقّ الوالد على ولده ٲن يعلّمه الكتابة وٲن يحسن ٳسمه وٲن يزۆجه ٳذا بلغ . رواه ٳبن النجار
Artinya:
Sabda Nabi SAW:“Sssungguhnya di antara kewajiban orang tua
terhadap anaknya mengajarinya menulis, membaguskan namanya, dan menikahkannya
bila telah dewasa”. (H.R. Ibnu Najar).
Seorang
ayah disarankan untuk bermusyawarah dengan seorang ulama atau seseorang yang
dianggap mengerti ketika memilih nama untuk bayinya karena para sahabat dulu
menunjukkan bayi-bayi mereka yang baru lahir kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lalu beliau memberi nama seperti tercantum dalam kisah
Ibrahim bin Abi Musa, Al-Mundzir bin Abi Usaid dan Abdullah bin Abi Thalhah.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang ayah dianjurkan untuk memperlihatkan anaknya
dan bermusyawarah dengan seorang ulama atau seorang yang ‘alim tentang sunnah
dari kalangan ahli sunnah yang agama dan ilmunya dapat dipercaya agar ditunjuki
nama yang terbaik untuk si bayi.
Al-Mawardi rahimahullah berkata dalam Kitab Nashiihatu al-Muluuk intiya,
“Apabila seorang bayi lahir maka kemuliaan dan kebaikan yang pertama kali
diberikan kepadanya adalah memilihkan untuknya nama yang baik dan mulia. Sebab
nama yang baik dapat menyentuh hati seseorang ketika mendengar nama tersebut.
Lihat Daftar Nama untukAnak Laki-laki dan Daftar Nama UntukAnak Perempuan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika memilih nama:
nama-nama islami
- Nama sebaiknya diambil dari nama-nama orang-orang shalih dari kalangan nabi, rasul
dan orang shalih lainnya. Maksudnya untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
cara mencintai dan menghidupkan nama mereka.
Nama Abdullah dan Abdurrahman berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim dalam Kitab Shahihnya dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR. Muslim no. 2132)
Karena nama tersebut adalah nama terbaik, sampai-sampai di kalangan para sahabat terdapat sekitar 300 orang yang bernama Abdullah. Nama yang menunjukkan penghambaan diri terhadap salah satu dari nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla, seperti Abdul Malik, Abdul Bashiir, Abdul ‘Aziz dan lain-lain.Namun perlu diketahui di sini bahwa hadits, “Sebaik-baik nama adalah yang dimulai dengan kata “Abd (hamba)” dan yang bermakna dipuji” bukanlah hadits shahih bahkan tidak diketahui dari mana asal-usulnya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.
Bernama dengan nama para nabi dan rasul. Mereka adalah orang-orang yang memiliki akhlak yang paling mulia dan memiliki amalan yang paling bersih. Diharapkan dengan memberi nama seorang anak dengan nama nabi ataupun rasul dapat mengenang mereka juga karakter dan perjuangan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga pernah menamakan anaknya dengan nama Ibrahim, nama ini juga beliau berikan kepada anak sulung Abu Musa radhiallahu ‘anhu dan beliau juga menamakan anak Abdullah bin Salaam dengan nama Yusuf.Adapun hadits tentang keutamaan orang yang bernama Ahmad atau Muhammad tidak ada yang shahih. Ibnu Bukair al-Baghdadi menyusun sebuah kitab tentang keutamaan orang yang bernama Ahmad atau Muhammad, dan pada kitab tersebut beliau menyertakan 26 hadits yang tidak shahih. Wallahu a’lam.
Memberi nama dengan nama orang-orang shalih di kalangan kaum muslimin terutama nama para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits shahih dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Mereka dahulu suka memakai nama para nabi dan orang-orang shalih yang hidup sebelum mereka.” (HR. Muslim no. 2135).
Memilih nama yang mengandung sifat yang sesuai orangnya (namun dengan syarat nama tersebut tidak mengandung pujian untuk diri sendiri, tidak mengandung makna yang buruk atau mengandung makna celaan), seperti Harits (orang yang berusaha) dan Hammam (orang yang berkeinginan kuat).Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang dha’if dari Abu Wahb al-Jusyami bahwasannya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pakailah nama para nabi, nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, yang paling benar adalah nama Harits dan Hammam dan yang paling jelek nama Harb dan Murrah.” (HR. Abu Daud dan An Nasai. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi sebagaimana disebutkan dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1977).1
- Tidak
memberi nama dengan nama-nama Allah, seperti ar-Rahman, ar-Rahiim, al-Khaliq
dan al-Bari. Menurut Syaikh Utsaimin2 berkenaan memberi nama dengan
nama Allah Ta’ala. Pemberian nama ini memiliki dua sisi yaitu:
- Penyebutan
nama dengan huruf alif dan lam. Yang dimikian tidak boleh diberikan kepada
selain Allah, seperti al-’Aziz, as-Sayyid, al-Hakiim dan lain-lain. Alasannya
karena dengan adanya penambahan alif dan lam berarti menunjukkan kepada ushul
dari makna yang terkandung dalam nama tersebut.
nama-nama islamiMaksud pemberian nama untuk menunjukkan sifat yang terkandung dalam nama tersebut walau tanpa alif dan lam. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengganti kunyah Abu Hakam karena teman-temannya selalu minta putusan hukum kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya Allah adalah al-Hakam dan hanya Dia-lah yang berhak menetapkan hukum.” Lalu beliau memberi panggilan dengan nama anak sulungnya yang bernama Syuraih. Ini menunjukkan apabila seseorang memiliki nama dengan salah satu dari nama Allah yang mengandung makna sifat (sengaja disesuaikan dengan sifat, pekerjaan atau keadaan penyandang nama), maka hal itu dilarang syariat. - Menamai
dengan nama-nama Allah tanpa didahului alif dan lam dan tidak bermaksud
menyesuaikan dengan makna sifat yang terkandung dalam nama tersebut. Hal ini
dibolehkan seperti nama Hakiim. Di antara sahabat ada yang bernama Hakiim bin
Hizam. Tetapi
ada nama Allah lainnya yang tidak pantas dijadikan sebagai nama manusia,
seperti Jabbar, meskipun tidak bermaksud menetapkan makna sifat yang terkandung
dalam nama tersebut. Karena bisa jadi nama itu mempengaruhi diri orangnya
sehingga dirinya menjadi orang yang sombong, angkuh dan takabbur terhadap orang
lain. [Al-Majmu’ Ats-Tsamiin (I/144)].
Memberi nama dengan nama Malikul Muluk (Rajanya Raja), Sulthanus Salathin dan Syahin Syah. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda yang artinya: “Manusia yang paling dimurkai Allah nanti pada hari kiamat yang paling keji dan yang paling dibenci-Nya adalah laki-laki yang bernama Malikul Amlak. Sesungguhnya tiada raja yang haq selain Allah subhanahu wa ta’ala.”(H.R. Muslim).
Semakna dengan nama di atas adalah Qadhi Qudhaat, Haakimul Hukkam (artinya, hakim dari para hakim). Memberi nama dengan Sayyidun Naas, Sayyidul Kul, Sittul Kul sebagaimana diharamkan memberi nama dengan nama Sayyidu waladi Adam untuk selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak mengandung makna penghambaan terhadap selain Allah.
nama-nama islami
- Penyebutan
nama dengan huruf alif dan lam. Yang dimikian tidak boleh diberikan kepada
selain Allah, seperti al-’Aziz, as-Sayyid, al-Hakiim dan lain-lain. Alasannya
karena dengan adanya penambahan alif dan lam berarti menunjukkan kepada ushul
dari makna yang terkandung dalam nama tersebut.
- Para ulama sepakat mengenai haramnya
memakai nama yang mengandung makna penghambaan diri kepada selain Allah,
seperti Abdul ‘Uzza, Abdusy Syams (hamba matahari), Abdud Daar, Abdur Rasuul,
Abdun Nabi dan lain-lain. Diriwayatkan dari Hani bin Zaid bahwa ketika ia
datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan beserta kaumnya,
Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar mereka memanggil salah
seorang di antara mereka dengan nama Abdul Hajar (hamba batu). Lalu Nabi SAW
bertanya kepadanya, “Siapa namamu?” Ia menjawab, “Abdu hajar.” Beliau bersabda,
“Tidak, kamu adalah Abdullah (hamba Allah) bukan Abdu Hajar (hamba batu)!”
(lihat kitab Shahihul Adabil Mufraad, halaman 623).
nama-nama islami
Termasuk pula dalam hal ini adalah pemberian nama Abdul Haarits, karena al-Hariits adalah manusia. Adapun “Haarits” itu sendiri bukanlah nama Allah. Yang ada adalah Allah disifati dengan adz-Dzaari’ (menanam, menumbuhkan) dann itu bukan termasuk nama Allah
ٲفر ٲيتم ما تحرثون. ٲٲنتم تزرعونه ٲم نحن الزارعون
“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkan atau Kami-kah yang menumbuhkan”. (QS. Al-Waaqi’ah: 63-64) - Nama tersebut tidak mengandung makna yang negatif dan cabul.
Makruh memberi nama dengan nama yang arti atau lafazhnya mengandung kesan jelek dan negatif. Contohnya, Harb (perang), Murrah (pahit), Kalb (Anjing), Hayyah (ular), Jahsy (kasar), Baghal (kuda poni atau keledai) dan yang semisalnya.Syaikh Nashiuruddin berkata dalam Silsilatu al-Haadits ash-Shahihah (1/379), “Di antara nama jelek yang bayak dipakai orang sekarang dan harus segera diganti seperti: Wishaal (senggama), Sihaam (panah), Nehaad (gadis montok), Ghaadah (gadis yang lembut), Fitnah (daya tarik) dan yang semisalnya.”
Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Makruh hukumnya memberi nama denga nama yang memberi kesan hewani atau berhubungan dengan syahwat. Nama-nama seperti ini banyak diberikan kepada anak-anak perempuan, contohnya, Ahlaam (impian), Ariij (wangi semerbak), ‘Abiir (yang menitikkan air mata), Ghaadah, Fitnah, Faatin (yang menggiurkan), Syaadiyah (biduanita) dan lain-lain.”
Makruh hukumnya memberi nama dengan nama yang menunjukkan kepada dosa dan maksiat, seperti nama Zhaalim (orang lalim) dan Sarraq (pencuri). Dalam sebuah kisah, Utsman bin Abil ‘Ash pernah membatalkan penobatan jabatan gubernur karena kandidatnya seorang yang memiliki nama seperti ini (lihat kitab Al-Ma’rifah wa at-Taariikh karya al-Fasawi (III/201)).Sekelompok ulama ada yang memakruhkan memakai nama para malaikat ‘alaihimusssalam, seperti Jibril, Mikail, Israfil dan lain-lain. Adapun menamakan kaum wanita dengan nama para malaikat sangat jelas keharamannya. Sebab hal itu menyerupai orang-orang musyrikin yang meyakini bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Senada dengan ini memberi nama anak gadis dengan Malaak (malaikat) atau Mulkah. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Bakar Abu Zaid.
nama-nama islami - Nama
tersebut tidak terdengar asing dan aneh. Makruh hukumnya memberi nama yang
lafadznya asing dan aneh, sehingga sulit untuk
mengucapkan lafadz nama tersebut.
Demikianlah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan nama untuk si Buah Hati, semoga bermanfaat.
nama-nama islami
_________
nama-nama islami
1Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad
Al-Isawi, Ensiklopedia Anak Tanya
Jawab Tentang Anak Dari A sampai Z.
2Ustadz Abu Muhammad Abdurrahman
Sarijan Judul, Etika Memberi Nama
Anak Dalam Islam.
DAFTAR NAMA BAYI
NAMA ANAK ISLAMI
NAMA-NAMA BAYI ISLAMI
NAMA-NAMA ANAK ISLAMI
DAFTAR NAMA BAYI
NAMA ANAK ISLAMI
NAMA-NAMA BAYI ISLAMI
NAMA-NAMA ANAK ISLAMI
1 comment:
Thank you for every other excellent post. The place else may
anybody get that kind of info in such a perfect way of writing?
I have a presentation next week, and I am aat the search foor such info.
Post a Comment